MIRAS : Petugas gabungan Polsek Mojoroto dan Satpol PP amankan miras di salah satu warung berada di Kawasan GOR Jayabaya (duta.co/Nanang Priyo)

KEDIRI| duta.co -Keprihatian sejumlah atas maraknya penjualan miras, sudah saatnya disikapi para penegak hukum. Hilangnya sejumlah nyawa, tidak terhitung mengalami cacat fisik, semua ini dampak dari miras oplosan yang kini dijual bebas di sejumlah warung, salah satunya di Kawasan GOR Jayabaya.

“Kediri darurat miras, lebih baik dilegalkan dibuatkan regulasi yang jelas. Daripada jatuh korban dan hukuman bagi penjual atau produsennya tidak menjadikan efek jera,” jelas Ketua DPD Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Kediri Raya, Sulchan M. Noer dikonfirmasi Minggu (24/9).

Adakah oknum penegak hukum yang terima upeti? Ketua PCNU Kota Kediri, KH. Abu Bakar Abdul Djalil angkat suara, bahwa indikasinya yang memproduksi dari luar kota dan dikirim melalui kurir atau sales. “Namun kembali lagi, bila hukum harus ditegakkan, harus berpikir melakukan efek jera. Jangan setelah dirazia, besoknya ada oknum yang datang minta upeti,” tegas Gus Ab, sebutan akrab Ketua PCNU.

Seperti diakui Diana, warga Gampengrejo Kabupaten Kediri ini dikonfirmasi usai dirazia petugas gabungan. Wanita berkulit putih bersih ini, mengaku menyewa tempat berupa warung berada di Kawasan GOR. Dia mengaku harus membayar sejumlah uang untuk menempati warung tersebut, belum lagi uang kebersihan dan keamanan.

“Saya dikirim sales, rata – rata tiap dua hari sekali mereka datang. Vodka saya beli 24 ribu kemudian saya jual 40 ribu,” jelasnya.

Apakah minuman tersebut bisa dipastikan keasliannya? Diana mengaku tidak bisa membedakan, dia hanya sekedar menjual dan ini sudah berlangsung lama hingga petugas gabungan datang dan mengamankan barang dagangannya.

Apak hukuman bagi penjual miras? Tidak lebih dijerat Tindak Pidana Miring (Tipiring), tindak pidana yang diatur dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan Pasal 482 pada Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) hanya sebatas ancaman penjara paling lama tiga bulan atau membayar denda tidak lebih Rp. 10.000,-.

Tentunya ini tidak sebanding dengan gagasan Presiden Joko Widodo melakukan revolusi mental di segala lini, kemudian PBNU dipercaya mengawal program Lima Hari Sekolah (LHS) dalam rangka Pendidikan Penguatan Karakter (PPK) di kalangan dunia pendidikan.

“Saat anak diberi pengetahuan di kawasan sekolah dan dididik orang tuanya, namun tidak dibarengi penataan dan penindakan tegas di kawasan publik, tetap rakyat yang menjadi korban,” tegas Ketua DPD GMPK Kediri Raya mengaku prihatin, seolah lepas dari pengawasan penegak hukum. (nng)

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry